Trunyan adalah salah satu desa Bali Aga (Bali kuna) yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Hampir serupa dengan desa Bali Aga, yaitu Tenganan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Trunyan memiliki perbedaan dengan desa-desa di Bali umumnya. Warga Trunyan menyebut diri mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang pertama kali turun dari langit dan menempati tanah Pulau Bali. Sementara penduduk Bali lainnya disebut Bali Suku yang berasal dari Jawa (Majapahit). Antropolog James Danandjaja yang pernah meneliti di Trunyan menyebutkan, masyarakat Trunyan memang memiliki kebanggaan pada ciri-ciri kelompoknya yang berbeda dengan masyarakat Bali lainnya. Meskipun sama-sama menganut agama Hindu, nilai dan tradisi yang dianut warga Trunyan berbeda dengan desa-desa di Bali lainnya. Dalam upacara kematian, misalnya, warga Trunyan juga mengenal ngaben layaknya masyarakat Bali pada umumnya, namun mayatnya tidak dibakar. Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar, Taru Menyan, di Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, mayatnya dikuburkan di Sema Bantas. Keunikan ini menarik wisatawan untuk berkunjung ke Trunyan. Keunikan lainnya adalah peninggalan purbakala, Prasasti Trunyan. Tersebutlah pada tahun Saka 813 (891 Masehi), Raja Singhamandawa mengizinkan penduduk Turunan (Trunyan) membangun kuil. Kuil berupa bangunan bertingkat tujuh ini merupakan tempat pemujaan Bhatara Da Tonta. Kuil bertingkat tujuh ini dinamakan Pura Turun Hyang. Di dalamnya tersimpan arca batu Megalitik yang dipercaya dan disakralkan masyarakat Trunyan sebagai arca Da Tonta. Dikenal pula sebagai Pura Pancering Jagat sebagai istana Ratu Gede Pancering Jagat. Setiap dua tahun sekali di pura ini digelar upacara besar. Tepatnya pada Purnama Sasih Kapat. Masyarakat Trunyan merayakannya dengan pementasan tarian sakral, Barong Brutuk dan tari Sanghyang Dedari. “Sayangnya, tarian Sanghyang Dedari kini sudah punah, tidak ada lagi yang menarikannya. Saya pun sudah tidak ingat lagi kapan tarian ini terakhir ditarikan,” ungkap Kepala Desa Trunyan I Ketut Persa.